Sudah tiga tahun sejak Faliha (24) lulus dari pendidikan sarjananya pada 2022, namun dia belum juga mendapatkan pekerjaan. Faliha mengaku masih terus mencari pekerjaan hingga saat ini, meskipun telah mengirimkan ratusan lamaran kerja ke perusahaan-perusahaan di Indonesia.
Lulusan Universitas Prof. Dr. Moestopo (beragama) ini masih menunggu panggilan pekerjaan dari perusahaan-perusahaan yang dilamarnya.
“Saya mencari pekerjaan sejak dua bulan lulus dari kuliah, berarti mulai April 2022,” kata Faliha kepada
Fakta Utama
, Selasa (22/7).
Segala cara sudah Faliha lakukan untuk mendapatkan pekerjaan. Dia mencoba peruntungan melalui portal pekerjaan, mengirimkan lamaran melalui surel, mencoba mengikuti tes masuk CPNS dan BUMN, hingga meminta teman memberi rekomendasi lowongan pekerjaan.
- PHK Naik 32%, Menteri Tenaga Kerja Sebut Tiga Penyebabnya
- Prabowo Mengatakan Pengangguran Menurun, Tapi Data PHK Meningkat 32% Pada Semester I 2025
- Bekerja di Luar Negeri, Solusi Mengatasi Pengangguran?
“Mungkin dalam sebulan saya melamar ke berbagai tempat hingga 200-300 pekerjaan, sampai saya lupa apakah di antaranya ada dua kali melamar pekerjaan di perusahaan yang sama tetapi hanya melalui portal yang berbeda,” katanya.
Dia mengatakan selama ini lebih mengandalkan teknologi untuk melamar pekerjaan, dibanding mencarinya langsung dari satu tempat ke tempat lain. Alasannya, karena dia kurang memiliki koneksi sekaligus menghemat pengeluaran pribadi untuk biaya cetak dokumen dan persyaratan lamaran.
Faliha menyampaikan, ada beberapa jenis pekerjaan yang pernah dilamarnya dalam tiga tahun terakhir. Dia memastikan posisi yang dilamarnya ini masih sesuai dengan jurusan kuliahnya yaitu Administrasi Publik, seperti bidang administrasi, pelayanan publik, serta manajemen sumber daya manusia.
Dia mengatakan tantangan terbesar yang dihadapinya dalam mencari pekerjaan adalah persyaratan yang semakin sulit. Hal ini juga diperparah dengan tuntutan pengalaman kerja yang batasnya semakin naik, belum lagi ditambah poin kepemilikan sertifikasi tertentu.
“Selain itu, semakin lama persaingan semakin meningkat, membuat potensi mendapatkan pekerjaan semakin kecil. Meskipun saya mengakui masih banyak lapangan kerja jika dicari, namun peluangnya semakin berkurang,” katanya.
Lulusan Baru Memiliki Nasib yang Sama
Kesulitan mencari pekerjaan tidak hanya dirasakan oleh generasi Z atau para lulusan Z yang telah lama lulus. Hal ini juga dirasakan oleh generasi muda yang meraih gelar sarjana tahun ini.
Arum (24), lulusan mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman mengatakan masih mencari pekerjaan hingga saat ini. “Saya mulai mencari pekerjaan setelah saya lulus kuliah pada Februari 2025. Dalam sebulan saya dapat mengirimkan 10 hingga 15 lamaran pekerjaan,” kata Arum kepada
Fakta Utama.
Dia mencari pekerjaan dengan mengikuti workshop, mencari informasi melalui WhatsApp, memantau informasi dari akun-akun perusahaan, serta mempercayai informasi dari teman-temannya.
“Saya sudah mencoba melamar pekerjaan sebagai staff media sosial, social media specialist, content creator, content writer specialist, UI/UX designer, editor naskah, dan marketing,” katanya.
Namun hingga saat ini, tahap terjauh yang pernah dia lalui ketika mencari pekerjaan adalah sesi wawancara dengan sebuah perusahaan, ketika dia melamar sebagai content creator.
Belum Berjodoh dengan Kesempatan
Kesulitan mencari pekerjaan juga dirasakan oleh Vina (26). Perempuan lulusan sarjana Universitas Padjadjaran pada 2021 ini hingga saat ini masih mencari lowongan pekerjaan.
Setelah lulus, dia sebelumnya pernah bekerja di industri media tanah air pada 2023. Pekerjaan ini ditekuninya selama lima bulan, sebelum akhirnya memutuskan keluar dari perusahaan pada Oktober 2023. Dia tidak menjelaskan alasannya.
Sejak akhir 2023, selama perjalanannya mencari pekerjaan, dia hampir berhasil mendapatkannya melalui seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS).
“Kemarin sempat ikut CPNS, dapat optimalisasi namun dilempar ke Papua sehingga saya tidak bisa mengambil peluang tersebut,” kata Fina kepada
Fakta Utama.
Hal ini disebabkan dia memilih penempatan dinas di Pulau Jawa, selain itu hasil akhir dari tes CPNS juga mengalami perubahan instansi awal yang dipilih dan ditugaskan.
Bukan hanya CPNS, perempuan ini juga mencoba peruntungan dengan melamar pekerjaan melalui portal pekerjaan dan laman karir perusahaan hingga saat ini. Dia melamar posisi sebagai karyawan tetap, paruh waktu, hingga pekerja lepas.
Menurutnya, masih banyak lowongan pekerjaan di Indonesia. Hanya saja, proses rekrutmen di negara ini kurang transparan mengenai kelanjutan prosesnya. Dia mengaku tidak menerima kabar apakah lowongannya berlanjut atau gagal.
Ia juga mengeluhkan tentang pelaksanaan job fair di Indonesia. “Banyak yang mengeluhkan mengenai job fair yang terkesan hanya sebagai ajang branding perusahaan, peluang diterimanya sangat kecil,” katanya.
Angka PHK Naik 32%
Peluang tenaga kerja muda mencari pekerjaan semakin berkurang dengan meningkatnya pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat jumlah korban PHK pada Semester I 2025 mencapai 42.385 orang, naik 32,18% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebanyak 32.064 pekerja.
Angka semester I 2025 juga lebih tinggi dibandingkan semester I 2023.
Berdasarkan data Kemenaker, daerah dengan jumlah PHK tertinggi selama paruh pertama tahun ini adalah Jawa Tengah sejumlah 10.995 orang. Capaian tersebut diikuti Jawa Barat sejumlah 9.494 orang dan Banten sejumlah 4.267 orang.
Total PHK dari tiga provinsi tersebut mencapai 24.756 orang atau hampir 60% dari jumlah PHK pada Januari-Juni 2025. Sementara itu, provinsi dengan jumlah PHK terendah adalah Maluku, yaitu hanya empat orang selama enam bulan pertama tahun ini.
Namun secara bulanan, jumlah pemutusan hubungan kerja Juni 2025 mencapai 1.609 pekerja. Angka ini turun 65,78% dibanding Mei 2025.
Sementara angka PHK mencapai puncaknya pada Februari 2025, yaitu sebanyak 17.796 orang atau meningkat hampir 90% secara bulanan. Angka ini adalah yang tercatat dan diverifikasi oleh Kemenaker, dikutip dari laman resminya.