Superman: Megah dan Mewah, Namun Tidak Berjiwa

Superman: Megah dan Mewah, Namun Tidak Berjiwa


Fakta Utama

Bagi banyak orang, Superman bukan hanya sekadar tokoh komik. Alter ego dari Clark Kent tersebut adalah cetak biru para pahlawan dalam kisah fiksi. Figur ideal pembela kebajikan. Simbol superhero sejati.

Sayangnya, di dunia perfilman modern, pahlawan super yang paling terkenal di dunia ini masih belum bisa diwakili dengan baik. Setelah sosok legendaris Christopher Reeve memerankan Superman dalam 4 film pada periode 1978-1987, belum ada seorang pun sutradara yang mampu menghadirkan film tentang Superman dengan apik.

Mulai dari

Superman Kembali

karya Bryan Singer, hingga tiga film karya sutradara Zack Snyder yaitu

Pria Baja

,

Batman vs Superman

, dan

League Keadilan

, semua gagal memenuhi ekspektasi penonton.

Kini, giliran sutradara James Gunn yang mencoba peruntungannya untuk menggarap Superman lewat kacamata nya melalui film berjudul

Superman

.

Dikenal sebagai sutradara yang cukup dingin tangan dalam menangani film superhero, ekspektasi terhadap Gunn pun meningkat. Hal ini tidak lepas dari keberhasilannya menggarap trilogi

Penjaga Galaksi

dan

Tim Bunuh Diri

yang mendapat respons sangat positif dari penggemar film.

Namun ternyata, setidaknya dari sudut pandang pribadi penulis, bahkan James Gunn pun belum mampu menghadirkan sebuah film Superman yang layak diacungi jempol.


Superman

menceritakan perjuangan Superman saat ia masih ‘merintis’ menjadi pahlawan di Metropolis. Artinya Superman yang ditampilkan oleh James Gunn dalam film ini bukanlah Superman yang bijaksana dan dewasa seperti yang kita kenal di film-film sebelumnya.


Superman

dimulai dengan adegan di Antartika, di mana tiba-tiba tubuh Superman (diperankan oleh David Corenswet) yang berlumuran darah jatuh dari langit akibat dipukul habis-habisan oleh entitas misterius bernama The Hammer of Boravia.

Pertarungan Superman melawan Palu Boravia sendiri dipicu oleh tindakannya mengintervensi perang antara dua negara, yaitu Boravia dan Jarhanpur. Sebagai sosok alien yang tidak berasal dari Bumi dan tidak mewakili siapapun, Superman dianggap terlalu campur tangan sehingga memicu kemarahan warga Boravia.

Pertengkaran Superman dengan Palu Boravia akhirnya membawa sang manusia super menghadapi petualangan yang menegangkan penuh intrik, ternyata diatur oleh musuh bebuyutannya: miliuner multi-jutaan Lex Luthor (Nicholas Hoult).

Berlangsung selama lebih dari 2 jam, James Gunn harus diakui berhasil menyajikan Superman dengan penampilan yang berbeda dibandingkan sejumlah film sebelumnya. Ia menghadirkan Superman yang sangat komikal, lengkap dengan permainan warna-warna cerah dan meriah yang ia tampilkan dalam trilogi tersebut.

Penjaga Galaksi

dan

Tim Bunuh Diri

.

Adegan aksi yang ditampilkan sangat megah. Tanpa bertele-tele menjelaskan siapa sosok Superman dan mengapa ia bisa tiba di muka bumi, James Gunn menyajikan rangkaian pertarungan demi pertarungan yang memanjakan mata. Hal ini jelas menjadi nilai plus, mengingat publik tentu akan merasa bosan jika James Gunn kembali menampilkan secara berurutan bagaimana Superman tiba di bumi sebagai seorang bayi sebelum menyadari tujuan hidupnya sebagai pelindung bumi.

Sayangnya, mungkin pujian yang layak diberikan hanya sampai di situ. Segala keseruan dan keunikan film ini dikkhianati begitu saja dengan alur cerita yang tidak fokus dan penokohan yang begitu hambar dan tidak bernyawa.

Entah karena merasa terlalu bersemangat atau terlalu banyak ide yang membuncah hingga dipaksakan masuk, alur cerita

Superman

harus dikatakan cukup berantakan. Banyaknya konflik dan sub plot yang ada ini diperparah dengan

langkah

alur film yang begitu cepat hingga penjiwaan karakter-karakter di dalamnya benar-benar tidak digali dengan baik.

Akibatnya, karakterisasi setiap karakter dalam

Superman

berakhir dengan sangat membosankan. Interaksi antar karakter benar-benar tidak berbobot. Bahkan konflik antara Clark Kent dengan Lois Lane (Rachel Brosnahan) yang biasanya menjadi bumbu pelengkap pun terasa lewat begitu saja. Hal yang sangat disayangkan, mengingat David Corenswet sebenarnya sangat cocok untuk memainkan Superman era ini.

Faktor terburuk yang menjadi nilai minus film ini adalah porsi humor yang terlalu berlebihan untuk sebuah film Superman. Seperti yang telah disebutkan di atas, James Gunn selama ini memimpin film-film anti-hero yang penuh dengan adegan komedi dan dialog yang dibuat untuk membuat penonton tertawa.

Rumus ini memang sangat cocok jika digunakan dalam film-film sejenis

Penjaga Galaksi

dan

Pembunuhan Diri

Squad, karena karakter-karakter di dalamnya memang didesain untuk diskenariokan seperti itu

.

Namun ketika diterapkan dalam Superman, ‘jurus’ ini justru menjadi senjata makan tuan.

Anda tidak akan melihat Superman yang anggun dan ramah di film ini. Sebaliknya, yang ditampilkan adalah sosok Superman yang tidak stabil dan emosional. Bahkan dari trailernya saja, ia sudah menjadi korban ejekan Krypto, anjing kesayangannya, yang jelas dibuat oleh James Gunn demi komedi.

Bagi para pembaca komik Superman, hal seperti ini mungkin masih bisa diterima, mengingat Superman memang tidak selalu tampil keren. Namun, bagi penonton umum yang mengenal Superman sebagai sosok yang jauh dari kata konyol, rasanya tidak salah untuk menganggap bahwa James Gunn sudah melakukan kesalahan besar dengan menyajikan Superman yang demikian.

Namun, dengan segala kekurangannya, rasanya tidak adil jika menyebutnya

Superman

sebagai film yang gagal. Film ini tetap layak untuk dinikmati dan ditonton.

Bagaimanapun, menyaksikan Superman bertarung di angkasa dengan dukungan visual dan efek yang mewah adalah tujuan akhir dari orang-orang yang ingin menyaksikan aksi-aksinya, meskipun penokohan karakter-karakter di dalamnya hampir tidak bernyawa.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *