Naskah Singkat Khutbah Jumat 11 Juli 2025/16 Muharram: Kerusakan Hati Karena Enam Hal


Tohir78



Berikut ini adalah Naskah Khutbah Jumat 11 Juli 2025 / 16 Muharram, dengan judul Rusaknya Hati karena Enam Perkara.

Pembacaan khutbah Jumat merupakan salah satu rukun yang wajib dilakukan pada hari Jumat.

Nasihat untuk menyampaikan khutbah secara singkat terdapat dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad berikut ini.


Dari Ammar bin Yasir berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, sesungguhnya panjangnya shalat seseorang dan pendeknya khutbahnya merupakan bagian dari pemahamannya. Maka perpanjanglah shalat dan pendekkanlah khutbah. Dan sesungguhnya dalam penyampaian terdapat sihir.” (HR Muslim dan Ahmad)

Artinya: “Dari Ammar bin Yasir (dari) ia berkata: Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Sesungguhnya panjangnya sholat dan pendeknya khutbah seorang khatib adalah tanda kepahaman seseorang terhadap agama. Oleh karena itu perpanjanglah sholat dan singkatkanlah khutbah; sesungguhnya dalam penjelasan singkat ada daya tarik.” (HR Muslim dan Ahmad)

Dalam Islam sendiri menyarankan agar khutbah tidak disampaikan terlalu panjang agar jemaah tidak merasa bosan.

Oleh karena itu, penting bagi para Khotib untuk memperhatikan dengan cermat apa yang disampaikan, agar bisa sampai kepada pendengar atau jamaah, dan dapat dipahami serta diamalkan sesuai syarat.

Ada berbagai jenis topik khutbah Jumat, namun kali ini FaktaUtamagin membahas satu tema dengan judul Kerusakan Hati karena Enam Perkara.

Karena hati merupakan komponen inti dari segala perilaku manusia, jika hatinya (batin) baik maka perilakunya (zahir) akan baik, sebaliknya. Karena hati merupakan sumber dari kebaikan atau keburukan manusia.

Sehingga hati dapat menjadi pedoman bagi indra yang dimiliki manusia. Manusia bisa menjadi jahat dan keji ketika memiliki hati yang buruk dan busuk. Manusia juga bisa menjadi terpuji dan mulia jika memiliki hati yang baik dan suci.


Khutbah I


Alhamdulillah aladzii ba’atsa rasulahu shallallahu ‘alaihi wasallam litatmiim makarim al-akhlaq. Asyhadu an la ilaha illallah wahdahu la syarika lahul maliku al-khaliq, wa asyhadu anna sayyidina Muhammad abduhu wa rasuluhu syahadatan tunji qoilahaa min ‘adzabi yaumittalaaq. Allahumma sholli wasallim ‘ala sayyidina wa maulana Muhammad sa’idil ‘arabi wal ‘ajami ala al-ithlani, wa ‘ala aalihi washahbihi wa man amana bihi wa ahabbahu wa asytaaq. Amma ba’du: uwshiyukum wa iyyaaya bitaqwa allahi wa huwa rabbul falaq ila yaumittalaaq. Qala allahu ta’ala: innallaha wa malaikatuhu yusholluna ‘ala nabiyyi, ya ayyuha al ladziina aamanu shollu ‘alaihi wasallimu tasliman.

Hadirin yang dihormati Allah

Pertama-tama marilah kita memanjatkan puja dan puji syukur kepada Allah SWT. Dialah Dzat yang tidak pernah berhenti melimpahkan rahmat, nikmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Terutama nikmat Islam dan iman, sehingga kita tetap beriman dengan akidah yang kuat. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, kita tidak pernah lupa untuk mengucapkannya di mana saja dan kapan saja, karena dengan membaca shalawat kepada Nabi Muhammad merupakan salah satu bukti bahwa kita mencintai-Nya.

Pada kesempatan yang mulia ini, khatib tidak akan pernah bosan untuk terus mengingatkan para jamaah shalat Jumat, agar senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT, yaitu dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

Hadirin rahimakumullah

Manusia adalah makhluk yang istimewa dengan segala perangkat yang diberikan oleh Allah SWT, baik perangkat keras (jasad) maupun perangkat lunak (akal dan hati). Semua perangkat tersebut selalu memiliki tujuan dan manfaat bagi tubuh manusia itu sendiri. Semua perangkat harus dijaga dan dilestarikan dengan baik, karena jika tidak, maka akan rusak dan tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Hati dalam Islam merupakan perangkat lunak yang mempengaruhi perangkat keras (jasad), sehingga apa yang terjadi pada hati maka akan berdampak pada jasad. Jika hati baik, maka baiklah anggota badan yang lain. Jika hati rusak, maka rusak pula yang lainnya. Dari An-Nu’man bin Basyir ra, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim bahwa Nabi saw bersabda:


Apakah kamu tidak mengetahui bahwa dalam tubuh terdapat satu bagian (yaitu hati), jika bagian itu baik maka seluruh tubuh akan baik, dan jika bagian itu rusak maka seluruh tubuh akan rusak. Apakah kamu tidak mengetahui bahwa itu adalah hati.

Artinya: Ingatlah bahwa di dalam tubuh terdapat sepotong daging. Jika ia baik, maka seluruh tubuh akan baik. Jika ia rusak, maka seluruh tubuh juga akan rusak. Ketahuilah bahwa itu adalah hati (jantung) (HR Bukhari nomor 52 dan Muslim nomor 1599). Hati yang baik adalah hati yang selalu takut kepada Allah SWT, dan selalu mengharapkan rahmat-Nya. Jika hati manusia rusak, karena tidak ada rasa takut kepada Allah, dan tidak ada rasa khawatir akan siksa-Nya, maka seluruh tubuh akan ikut rusak, yaitu mudah melakukan maksiat.

Oleh karena itu, kita sebagai umat muslim diperintahkan untuk selalu memohon kepada Allah agar dianugerahi hati yang baik. Sebagaimana yang ditunjukkan oleh Rasulullah saw ketika memohon kepada Allah swt dalam doanya agar memiliki hati yang baik dan terus dijaga dalam kebaikan. Beliau berdoa:


Ya Muqallibal Qulub, tsabbit qalbii ‘ala dinika

Maka tatkala hati-hati mereka berubah, tetapkanlah hatimu atas agamamu

Artinya: Hai Dzat yang Maha Mengubah hati, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu.

Hadirin rahimakumullah

Sebesar apa pun keinginan dan sekuat apa pun hati untuk selalu istiqamah, pasti ada rintangannya, karena kita sebagai umat Nabi Muhammad bukanlah maksum seperti para Nabi dan Rasul. Sehingga sepanjang hidupnya kita pasti sering melakukan kemaksiatan, salah satu penyebabnya adalah kelalaian hati kita terhadap Allah SWT.

Dari kitab Nashoihul Ibad karya Syekh Imam Nawawi al-Bantani (1813-1897) disebutkan bahwa Syekh Hasan Al-Bashri berkata: Sesungguhnya kerusakan hati disebabkan oleh 6 hal:


Dan dari Al-Hasan Al-Bashri dia berkata: “Kerusakan hati disebabkan oleh enam hal, yang pertama: mereka berdosa dengan harapan dosa akan diampuni, mereka mempelajari ilmu namun tidak mengamalkannya, dan jika mereka beramal, mereka tidak ikhlas, mereka memakan rezeki Allah tetapi tidak bersyukur, mereka tidak ridha terhadap ketetapan Allah, dan mereka memandikan jenazah orang mati tanpa merenung.”

Artinya: Yaitu sengaja berbuat dosa dengan harapan taubatnya nanti diterima, mempelajari ilmu namun tidak mau mengamalkannya, ketika beramal tidak ikhlas, memakan rezeki Allah namun tidak mensyukurinya, tidak ridha (puas) dengan pemberian Allah, dan mengubur jenazah namun enggan mengambil pelajaran dari kematian mereka.

Hadirin rahimakumullah

Pertama, sengaja berbuat dosa dengan harapan taubatnya nanti diterima. Pernyataan tersebut berarti sama saja meremehkan dosa, dan ketika kita meremehkan dosa, meskipun dosa yang ringan maka dosa tersebut menjadi besar di sisi Allah. Rasulullah saw bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:


Dari Anas – radhiyallahu ‘anhu – berkata, “Sesungguhnya kalian mengerjakan amal-amal yang lebih halus di mata kalian daripada bulu, jika kami menghitungnya pada masa Nabi – shallallahu ‘alaihi wasallam – sebagai perbuatan yang membinasakan.”

Artinya: Dari Anas ra, ia berkata, sesungguhnya kalian melakukan suatu amalan dan mengira bahwa itu lebih halus dari rambut. Namun kami menganggapnya di masa Nabi saw sebagai sesuatu yang merusak (HR Bukhari nomor 6492).

Maka dari itu, apa yang kita anggap kecil bisa jadi besar di mata Allah, meskipun dosa itu diperumpamakan lebih tipis dari rambut. Karena dosa kecil juga diremehkan, maka lama-lama juga menumpuk menjadi besar. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Batthol:


Yang terhukum, jika banyak, menjadi besar dengan keinginan keras.

Artinya: Sebuah dosa yang dianggap remeh bisa menjadi dosa besar, terlebih lagi jika terus-menerus melakukan dosa.

Hadirin rahimakumullah

Kedua, mempelajari ilmu tetapi tidak ingin mengamalkannya.

Mencari ilmu merupakan kewajiban bagi setiap mukmin laki-laki dan perempuan, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Muhammad saw yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari sahabat Anas bin Malik:


Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim

Artinya: Menuntut ilmu wajib bagi setiap Muslim (HR Ibnu Majah nomor 224).

Namun yang menjadi masalah adalah, banyak umat Muslim telah menuntut ilmu namun tidak ingin mengamalkannya. Sehingga ilmu tersebut hanya sekadar teori bukan praktek. Padahal ilmu yang tidak diamalkan, bagaikan pohon yang tidak berbuah, sebagaimana yang diucapkan oleh para pepatah Arab. Dalam kitab Hiyatul Auliya, dikatakan bahwa Malik bin Dinar berkata:


Siapa yang mempelajari ilmu untuk diamalkan, maka Allah akan memberinya petunjuk. Dan siapa yang mempelajari ilmu bukan untuk diamalkan, maka ia akan semakin sombong dengan ilmunya.

Artinya: Barangsiapa yang mencari ilmu (agama) untuk diamalkan, maka Allah akan terus memberi taufik kepadanya. Sedangkan barangsiapa yang mencari ilmu, bukan untuk diamalkan, maka ilmu itu hanya menjadi kebanggaan (kesombongan) (Hilyatul Auliya’, 2: 378).

Dengan kata lain, Malik bin Dinar juga berkata:


Jika seorang hamba belajar ilmu agar mengamalkannya, maka ilmunya akan memecah (menghancurkan) dirinya. Dan jika ia belajar ilmu bukan untuk diamalkan, maka ilmu itu akan menambah kebanggaannya.

Artinya: Jika seorang hamba mempelajari suatu ilmu dengan tujuan untuk diamalkan, maka ilmu itu akan membuatnya semakin merunduk. Namun jika seseorang mempelajari ilmu bukan untuk diamalkan, maka itu hanya akan membuatnya semakin sombong (berbangga diri) (Hilyatul Auliya’, 2: 372).

Hadirin rahimakumullah

Lanjut yang ketiga, yaitu ketika beramal tidak ikhlas.

Beramal adalah tindakan yang baik, karena akan memberikan kebaikan bagi dirinya dan sekelilingnya, tetapi terkadang beramal menjadi tidak bermakna dan tidak berpahala ketika tidak didasari oleh rasa ikhlas. Atau dalam bahasa sekarang hanya sekadar pencitraan dan pansos belaka. Dan ketika seseorang tidak memiliki rasa ikhlas, maka hatinya akan bermasalah yaitu menderita penyakit hati yang disebut ria, ingin dipuji dan sombong. Jika tidak ada yang memujinya, ia akan tersinggung dan malas beramal kembali.

Seperti yang diriwayatkan oleh Abu Umamah ra, ia berkata: Datang seorang lelaki kepada Rasulullah saw dan bertanya, “Bagaimana menurut engkau (ya Rasulullah), jika ada seseorang yang berperang untuk mencari pahala sekaligus ingin disebut namanya (sebagai pahlawan), apa yang akan ia peroleh?” Rasulullah saw bersabda, “Ia tidak mendapatkan apa-apa.” Lelaki itu mengulangi pertanyaannya hingga tiga kali. Rasulullah saw tetap bersabda, “Ia tidak mendapatkan apa-apa.” Kemudian Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah swt tidak menerima amalan kecuali yang ikhlas mengharapkan wajah-Nya.”

Hadits di atas dan hadits-hadits lainnya menunjukkan bahwa seorang mukmin tidak akan diterima amalannya jika ia tidak karena mengharap ridha Allah swt dari amalannya tersebut. Karena segala sesuatu yang disandarkan kepada Allah, maka akan membuahkan keikhlasan yang mendalam. Rasulullah saw bersabda yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari sahabat Nabi Abu Hurairah:


Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Bersabda Rasulullah SAW: Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh kalian dan tidak pula kepada wajah kalian, tetapi Ia melihat kepada hati kalian. Muslim

Artinya: Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk tubuhmu dan tidak pula menilai keindahan wajahmu, tetapi Allah melihat (menilai) keikhlasan hatimu.” (HR Muslim).

Juga disebutkan dalam hadis lain bahwa:


Dan diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim: Jika salah seorang dari kalian bekerja di dalam batu yang hitam tanpa ada pintu atau lubang, maka akan keluar hasil kerjanya, sekalipun apa pun bentuknya. (Muttafaq ‘alaih)

Artinya: Jika seseorang di antara kalian melakukan suatu perbuatan di dalam gua yang tidak memiliki pintu dan lubang, maka amal itu tetap akan bisa keluar (tetap dicatat oleh Allah) sesuai dengan keadaannya (HR Bukhari dan Muslim).

Hadirin yang dirahmati oleh Allah, keempat, yang bisa merusak hati adalah memakan rezeki Allah tetapi tidak bersyukur.

Rezeki adalah karunia Allah SWT yang diberikan kepada hamba-hamba-Nya, jadi sudah sepatutnya kita semua untuk selalu bersyukur atas segala sesuatu yang diberikan kepada kita. Rasulullah bersabda yang diriwayatkan oleh Ahmad dari An Nu’man bin Basyir:


Siapa yang tidak bersyukur atas sesuatu yang sedikit, maka dia tidak akan bersyukur atas sesuatu yang banyak.

Artinya: Barang siapa tidak bersyukur terhadap sesuatu yang sedikit, maka ia tidak akan mampu bersyukur terhadap sesuatu yang banyak (HR Ahmad, 4/278).

Hadits ini benar. Bagaimana mungkin seseorang dapat bersyukur atas rezeki yang banyak, jika saja rezeki yang sedikit tidak mampu disyukuri. Hal ini juga diperkuat dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 172:


Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari (buah-buahan) yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu, dan bersyukurlah kepada Allah, jika kamu benar-benar menyembah-Nya.

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, makanlah dari rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kamu menyembah kepada-Nya (QS Al-Baqarah: 172).

Namun, jika kita yang telah diberi nikmat oleh Allah swt melupakan nikmat-Nya dan enggan bersyukur, maka Allah akan memberinya azab yang berat. Seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an surat Ibrahim ayat 7:


Dan ketika Tuhanmu bersumpah, jika kalian bersyukur, Aku pasti akan menambahkan kepada kalian, dan jika kalian kafir, sesungguhnya azab-Ku benar-benar keras.

Artinya: Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu menyampaikan, sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepada mu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat (QS Ibrahim: 7).

Hadirin rahimakumullah Yang kelima, tidak ridha (puas) dengan pemberian Allah swt.

Merasa puas dengan pemberian Allah merupakan sifat qanaah yang akan membuat hati seseorang merasa cukup dan merasa puas dengan rezeki yang dimilikinya. Ia juga tidak akan menuntut lebih terhadap apa yang sudah ada di tangannya. Karena bagi mereka harta dan segala yang diberikan Allah hanyalah titipan semata. Dirawikan oleh Thabrani bahwa Rasulullah saw bersabda:


Ketentraman adalah harta yang tidak pernah habis.

Artinya: Qanaah merupakan kekayaan yang tidak pernah rusak (dalam ath-Thabrani, al-mu’jam al-Ausath, 7/84).

Hadis di atas menunjukkan bahwa sifat qanaah menjadi salah satu modal untuk mencapai kehidupan yang lebih luas, nyaman, dan tenang. Sebaliknya, sifat tamak menjadi sumber kerugian dan juga kehinaan bagi manusia. Sebagaimana yang tertulis dalam kitab an-Nihayah fi Gharib al-Hadits:


Sulit bagi yang puas, dan hina bagi yang tamak.

Artinya: Sungguh mulia orang yang qanaah, dan sungguh hina orang yang tamak (dalam Ibn al-Athir, an-Nihayah fi Gharib al-Hadits).

Hadirin rahimakumullah

Yang terakhir, keenam, yaitu mengubur jenazah namun enggan mengambil pelajaran dari kematian mereka.

Kematian adalah takdir seluruh makhluk, manusia maupun jin, hewan maupun makhluk-makhluk lain, baik laki-laki atau perempuan, tua maupun muda, baik orang sehat maupun sakit. Seperti dalam firman Allah Ta’ala berikut ini (yang artinya): Setiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan (QS. Ali Imran: 185).

Sebaik-baik manusia adalah yang dapat mengambil hikmah dari peristiwa kematian, karena kematian bukan hanya sekadar takdir, melainkan hikmah dan nasihat dari Tuhan bagi yang masih hidup. Karena dengan kematian, manusia tidak terlalu bernafsu untuk mengejar kenikmatan dunia. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits:


Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Banyak-banyaklah mengingat yang menghancurkan keinginan (nafsu).” Yang dimaksud adalah kematian.

Artinya: Abu Hurairah ra meriwayatkan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Banyak-banyaklah mengingat pemutus kelezatan, yaitu kematian” (HR Tirmidzi dan dishahihkan dalam kitab Shahih Tirmidzi).

Dengan mengingat kematian seseorang hamba juga bisa menjadi mukmin yang cerdas dan berakal. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah:


Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa dia berkata: “Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam, lalu datang seorang lelaki dari Ansar dan menyampaikan salam kepada Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam, kemudian berkata: “Wahai Rasulullah, siapakah di antara orang-orang mukmin yang paling baik?” Beliau menjawab: “Yang paling baik akhlaknya.” Lalu dia bertanya lagi: “Siapakah di antara orang-orang mukmin yang paling cerdas?” Beliau menjawab: “Yang paling banyak mengingat kematian dan paling baik bersiap-sedia untuk sesuatu setelahnya, mereka itulah orang-orang yang cerdas.”

Artinya: Abdullah bin Umar ra menceritakan, Aku pernah bersama Rasulullah saw, lalu datang seorang lelaki dari kalangan Anshar yang menyampaikan salam kepada Nabi Muhammad saw lalu bertanya: “Wahai Rasulullah, siapakah orang beriman yang terbaik?”, Beliau menjawab: “Yang paling baik akhlaknya”. Orang ini bertanya lagi: “Lalu siapakah orang beriman yang paling cerdas?”, beliau menjawab: “Yang paling sering mengingat kematian dan paling baik persiapannya setelah kematian, merekalah yang cerdas” (HR Ibnu Majah dan dishahihkan dalam kitab Shahih Ibnu Majah).

Hadirin rahimakumullah

Demikianlah khutbah Jumat yang disampaikan, semoga bisa menjadikan kita sebagai hamba yang selalu mengambil pelajaran dari setiap hal positif, sehingga hati kita akan selalu bersih dan suci, karena selalu mengingat Allah SWT. Amin ya Rabbal ‘Alamin.


Barakallahu lii wa lakum fi al-Qur’an al-Adhim, wa nafa’ani wa iyyakum bima fihi min al-ayati wa adzikr al-Hakim, wa taqabbalallahu minni wa minkum tilawatahu, innahu huwa as-Sami’ al-‘Alim. Aqulu qauli haza wa astaghfirullah al-‘Azhim lii wa lakum wa li sairil Muslimina wal Muslimat.


Khutbah Kedua


Segala puji bagi Allah yang menciptakan kematian dan kehidupan agar Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik perbuatannya. Dan aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Nabi kita Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya, semoga shalawat dan salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad, yang Allah memuji kebaikannya. Dan semoga shalawat dan salam juga tercurah kepada keluarganya, para sahabatnya, dan kepada siapa pun yang mengikuti mereka dengan kebaikan. Wahai hamba-hamba Allah, aku menasihati diriku dan kalian untuk takwa kepada Allah. Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itulah yang beruntung. Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa, dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan muslim. Selepas itu, Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian kepada Nabi dan ucapkanlah salam sebanyak-banyaknya. Ya Allah, berilah shalawat kepada Nabi kita Muhammad dan kepada keluarganya serta sahabat-sahabatnya, dan berilah salam sebanyak-banyaknya. Ya Allah, ampunilah orang-orang beriman laki-laki dan perempuan, orang-orang muslim laki-laki dan perempuan, yang masih hidup dari mereka dan yang sudah mati. Ya Allah, jauhkanlah kami dari bencana, wabah penyakit, gempa bumi, kesengsaraan, dan keburukan fitnah, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, khususnya dari negeri kami Indonesia, dan juga dari seluruh negeri-negeri muslim secara umum. Ya Tuhan semesta alam. Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia ini dan kebaikan di akhirat, serta lindungilah kami dari siksa api neraka. Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, jika Engkau tidak mengampuni kami dan merahmati kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi. Wahai hamba-hamba Allah! Sesungguhnya Allah menyuruhmu berlaku adil dan berbuat baik, memberi kepada kerabat dekat, dan melarang perbuatan keji, kemungkaran, dan aniaya. Ia memberi nasihat kepada kalian agar kalian ingat, dan ingatlah Allah yang Maha Agung, niscaya Dia akan mengingat kalian, dan bersyukurlah atas nikmat-Nya, niscaya Dia akan menambah nikmat-Nya kepada kalian. Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah yang terbesar.

Tohir78

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *