Tohir78
– Mulyono, teman seangkatan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) angkatan 1980, menegaskan bahwa selama masa kuliah mereka tidak ada pembagian jurusan di fakultas tersebut.
Ini dia sampaikan saat menghadiri acara reuni angkatan yang diadakan di Sleman, Yogyakarta, Sabtu (26/7/2025).
“Dulu tidak ada jurusan. Saya kuliah di Fakultas Kehutanan, hanya skripsinya saya ambil bidang Ekonomi Manajemen. Jadi tidak ada jurusan. Saya tegaskan tidak ada jurusan,” kata Mulyono dalam wawancara yang disiarkan oleh YouTube Kompas TV, Minggu (27/7/2025).
Pernyataan ini muncul di tengah perdebatan publik yang meragukan sahnya ijazah Jokowi dan menyebut bahwa Presiden ke-7 tersebut berasal dari jurusan Teknologi Kayu.
Merespons hal itu, Mulyono mengakui tidak tahu-menahu tentang adanya jurusan Teknologi Kayu saat mereka kuliah.
“Jika jurusan Teknologi Kayu saya tidak tahu. Yang saya ketahui ada bidang-bidang seperti Ekonomi Manajemen, Teknologi Hasil Hutan, Silvikultur. Tapi bukan jurusan, hanya bidang untuk skripsi,” jelasnya.
Mulyono
Mulyono adalah seorang pria dari Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, yang lulus dari Fakultas Kehutanan UGM pada tahun 1987, dua tahun setelah Jokowi yang lulus pada tahun 1985.
Ia tercatat memiliki nomor mahasiswa 1684 dan sekarang bekerja di sektor swasta, tetap dalam bidang kehutanan.
Meski tidak terlalu aktif mengikuti perdebatan tentang ijazah Jokowi, Mulyono menyebut bahwa selama kuliah, mereka menjalani proses yang sama.
“Saya punya ijazah yang dikeluarkan dari kampus, itu yang saya pegang. Saya tidak pernah melihat milik Pak Jokowi, tapi kalau kuliah bersama, ya otomatis ijazahnya juga sama,” katanya.
Ia juga menambahkan bahwa Jokowi dikenal sebagai sosok yang tetap ramah bahkan sejak sebelum menjadi pejabat.
“Kalau bersama dia (Jokowi), dia selalu ingat. Sebelum menjadi pejabat pun menyapa,” kenang Mulyono.
Selanjutnya, Mulyono menjelaskan bahwa pada angkatan mereka, mahasiswa hanya menentukan bidang skripsi tanpa harus memilih jurusan secara formal.
“Saat menulis skripsi, mahasiswa memilih topik dari berbagai bidang. Ada yang mengambil Ekonomi Manajemen seperti saya, ada Teknologi Hasil Hutan, ada Silvikultur. Tapi semuanya tetap dalam lingkup Fakultas Kehutanan, tanpa ada pemisahan jurusan,” katanya.
Pengakuan Jokowi Ambil Jurusan Teknologi Kayu
Pada tanggal 19 Desember 2017 Jokowi pernah mengunjungi Fakultas Kehutanan UGM.
Jokowi dalam pidatonya mengucapkan terima kasih kepada Kasmudjo yang disebut sebagai dosen pembimbingnya di Jurusan Teknologi Kayu.
“Sekali lagi Pak Kasmudjo, saya mengucapkan terima kasih karena bimbingan Bapak di Jurusan Teknologi Kayu, saya bisa menyelesaikan skripsi saya,” kata Jokowi dalam tayangan video Kompas TV.
Pengakuan Jokowi itu juga mendapat respons dari seorang dokter sekaligus aktivis sosial, dr. Tifauzia Tyassuma atau yang dikenal dengan nama dr. Tifa.
Melalui unggahan di media sosial X (dulunya Twitter), Tifa mengangkat kembali pertanyaan tentang siapa sebenarnya dosen pembimbing skripsi Jokowi saat kuliah di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM).
Menurut Tifa, sosok Kasmudjo yang selama ini disebut-sebut sebagai dosen pembimbing skripsi Jokowi ternyata bukan dosen resmi UGM pada masa kuliah Jokowi, yaitu antara tahun 1980 hingga 1985.
“Beliau sudah mengakui bahwa pada tahun 1980–1985 masih berstatus Asisten Dosen, bahkan belum diangkat menjadi Dosen. Asisten Dosen tidak berhak menjadi Dosen Pembimbing Skripsi, juga tidak berhak menjadi Dosen Pembimbing Akademik,” tulis dr. Tifa di akun X @DokterTifa, Minggu (26/5/2025).
Selain menyoroti status Kasmudjo, Tifa juga mempertanyakan keberadaan jurusan yang selama ini diklaim menjadi program studi Jokowi, yaitu “Teknologi Kayu”.
Ia menegaskan bahwa jurusan tersebut tidak pernah ada di Fakultas Kehutanan UGM.
“Jurusan Teknologi Kayu tidak pernah ada di Fakultas Kehutanan UGM, sejak awal berdiri hingga saat ini,” tegasnya.
Skripsi Jokowi, yang disebut-sebut berfokus pada bidang Teknologi Kayu, menurut Tifa menjadi pertanyaan besar jika dikaitkan dengan struktur akademik yang ada saat itu. Ia menyebut bahwa Kasmudjo, yang kabarnya membimbing skripsi tersebut, justru dikenal sebagai pengampu mata kuliah Teknologi Hasil Hutan Non-Kayu, bukan Teknologi Kayu.
“Tidak mengerti juga mengapa ada orang yang begitu percaya diri berpidato, dia lulusan Fakultas Kehutanan UGM jurusan Teknologi Kayu. Jurusan yang tidak pernah ada di UGM,” sindir Tifa.
Keluhan Jokowi Saat Menghadiri Reuni UGM
Presiden ketujuh RI, Joko Widodo, menghadiri reuni ke-45 angkatan 1980 Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) yang diadakan Sabtu (26/7/2025) di Aula Integrated Forest Farming Learning Center, Sleman, Yogyakarta.
Ditemani Iriana, Jokowi tiba di lokasi sekitar pukul 10.18 WIB.
Ia tampil sederhana dengan memakai kemeja putih polos, sementara Iriana anggun dalam balutan kebaya krem.
Sambutan hangat dan tepuk tangan yang meriah langsung menyambut keduanya.
Jokowi kemudian duduk di kursi yang bernama “Ir. H. Joko Widodo” yang telah disediakan oleh panitia.
Reuni ini mengusung tema “Spirit 80: Guyub Rukun Migunani”, dan bersifat tertutup untuk umum.
Para wartawan hanya diperbolehkan mengambil gambar dari luar lokasi acara.
Dalam sambutannya, Jokowi secara langsung menyentuh isu yang kembali muncul lagi: tuduhan terhadap keaslian ijazahnya.
Meskipun Bareskrim Polri telah menyatakan keaslian ijazah tersebut, perdebatan masih berlanjut hingga kini.
“Pak Arif (ketua panitia reuni) tadi menyampaikan kenangan lama, saya lihat semua senang. Hei, jangan terlalu senang dulu, ya. Karena ijazah saya masih dipertanyakan,” kata Jokowi membuka sambutannya.
“Begitu nanti keputusan pengadilan menyatakan asli, Bapak-Ibu baru boleh bersuka cita. Tapi kalau tidak? Yang 88 (jumlah mahasiswa se-angkatan Jokowi) juga bisa terkena. Saya kadang-kadang geleng-geleng juga,” lanjut Jokowi yang diiringi tawa para peserta reuni.
Jokowi kemudian berbagi kisah masa kuliahnya di Fakultas Kehutanan UGM. Ia menegaskan dirinya lulus tanpa mengulang satu mata kuliah pun.
“Saya kuliah ya susah-susah, seperti teman-teman. Tapi lulus semua. Lulus. Tidak pernah mengulang,” kata Jokowi.
“Jika teman baik saya, Pak Jamrung Sasono, saya sangat mengingatnya. Dulu dia mengulang matematika sampai empat kali. Dosen pengujiannya adalah Pak Daliyo. Saya heran, kenapa bisa mengulang matematika sampai empat kali,” tambahnya.
Jokowi juga menjelaskan proses penyusunan skripsinya, termasuk nama dosen pembimbing dan para penguji.
“Tapi begitu skripsi juga diragukan, lalu beralih ke KKN. Dari ijazah, ke skripsi, lalu ke KKN. Ya Tuhan. Kita ini sudah kuliah 45 tahun yang lalu, saya lulus tahun 1985. Saya ingat betul KKN-nya di Desa Ketoyan, Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali,” kata Jokowi.
Ia bahkan menyebut keterlibatan dosen pembimbingnya yang masih membantunya setelah lulus.
“Pak Ir. Kasmujo adalah dosen pembimbing saya. Bahkan setelah saya lulus, beliau masih empat kali datang ke pabrik saya. Membantu saya saat ada masalah dengan pengeringan oven kayu, dengan serangga di kayu, dan masalah finishing. Beliau memberi bimbingan di bagian produksi. Lho, mengapa dikatakan bukan dosen pembimbing?” katanya.
Menurut Jokowi, isu akademik semacam ini seharusnya tidak dibawa ke ranah politik.
“Seharusnya, jika ijazah asli, ya sudah. Ibu Rektor sudah menyampaikan, Ketua Dekan Fakultas Kehutanan juga sudah menyampaikan, bahwa ijazah saya asli dan saya kuliah di UGM. Bahkan yang membuat ijazah juga sudah menyampaikan. Tapi ya itu—ini politik,” kata Jokowi.
Ia mengakui tetap hadir dalam acara reuni meskipun kondisi kesehatannya belum sepenuhnya pulih.
“Sebenarnya saya belum 100 persen pulih. Sudah tiga bulan dalam proses pemulihan. Tapi kemarin saat dihubungi Pak Bambang, saya memaksa datang. Jika saya tidak datang, nanti dikatakan ‘palsunya’ semakin nyata,” katanya, diiringi tawa peserta.
Dalam suasana penuh nostalgia, Jokowi juga mengenang masa-masa kuliah bersama teman-teman seangkatannya, dari kegiatan KKL hingga ekspedisi ke Gunung Kerinci.
“Kita dulu KKL bersama, ke Kerinci bersama, ke Pangandaran bersama, ke konservasi Ujung Kulon juga bersama. Ke Cilacap dan Baturaden juga bersama. Bahkan saat ekspedisi ke puncak Gunung Kerinci, saya yang pertama sampai di atas,” katanya.
Jokowi menutup pidatonya dengan nada santai namun menyentuh, menyebut pidatonya bukanlah pernyataan resmi, melainkan curahan hati kepada sahabat-sahabat lama.
“Saya rasa itu saja yang saya sampaikan. Saya nanti jadi seperti curhat. Tapi memang curhat kepada teman-teman boleh, kan? Saya ingin tinggal lebih lama lagi di sini, tapi kondisi saya belum memungkinkan. Tapi saya senang bisa hadir,” kata Jokowi.